CUKUP SUDAH PRABOWO

Home / Opini / CUKUP SUDAH PRABOWO

 

Oleh: Birgaldo Sinaga

Tidak ada yang berubah sedikitpun dari karakter orisinil Prabowo Subianto yang saya perhatikan saat dia berpidato menolak penghitungan KPU kemarin di Hotel Sahid.

Karakter genuine dirinya yang ambisius, sulit menerima kekalahan, penuh curiga dan tidak taat azas.

Sejarah mencatat, saat Kapten Prabowo masih anak buah Mayor Luhut Binsar Pandjaitan, Prabowo tanpa izin komandannya bergerak membawa pasukan elit Den Gultor 81 Kopasus untuk mencari Panglima ABRI L.B Moerdani.

Desas desus beredar kabar Moerdani ditengarai akan melakukan kudeta pada Pak Harto. Prabowo meyakini rumor itu valid dan sahih. Padahal isu itu diletupkan untuk menyingkirkan LB Moerdani dari pusat kekuasaan.

Mayor Luhut merasa dikangkangi. Sebagai komandan pasukan elit tindakan Kapten Prabowo tentu melanggar sumpah prajurit dan aturan pasukan elit. Setiap prajurit bersumpah harus loyal dan taat pada pimpinan. Mayor Luhut dengan cepat mengendalikan pasukannya. Semua prajurit ditarik ke barak.

Tindakan ceroboh Prabowo membahayakan institusinya. Untungnya nasib baik masih berpihak pada Prabowo. Karirnya terus moncer di militer. Presiden Soeharto mertuanya sangat kuat dan berkuasa kala itu. Siapa yang berani melawan Pak Harto bisa bernasib buruk karirnya.

Pada tahun 1997 politik nasional memanas. Tuntutan rakyat atas penghapusan KKN pada rezim Soeharto semakin besar. Banyak aksi demonstrasi terjadi di pelbagai pelosok daerah. Mahasiswa semakin keras berteriak. Gerakan bawah tanah mahasiswa membuat aparat keamanan semakin keras menindak aksi mahasiswa.

Lagi-lagi Prabowo bikin ulah. Jabatan Danjen Kopasus membuatnya dengan mudah bergerak tanpa izin pada Panglima ABRI. Beberapa aktivis mahasiswa hilang. Diculik. Sebagian mati. Sebagian hilang tak tahu rimbanya. Sebagian dikembalikan. Pius Lustrilanang, Andi Arief, Desmond J Mahesa menjadi saksi hidup korban penculikan.

Pada pertengahan Mei 1998, kondisi negara kacau. Terjadi kerusuhan Mei 12-14. Terjadi penjarahan. Pembakaran. Penembakan mahasiswa. Anarki merajalela. Keadaan negara genting. Ibukota lumpuh. Ribuan orang eksodus meninggalkan ibu kota. Ribuan orang mati terbakar. Situasi benar2 chaos. Kacau.

Soeharto turun. Mundur. Habibie naik jadi Presiden. Tuntutan mahasiswa turunkan Soeharto terwujud. Babak baru reformasi.

Pangab Wiranto melaporkan situasi negara kepada Presiden Habibie. Ada pasukan liar sedang masuk ibukota. Tanpa sepengetahuan dirinya.

Tidak sampai matahari terbenam Habibie memerintahkan agar Prabowo dicopot dari jabatannya sebagai Pangkostrad. Prabowo marah. Ia minta izin menghadap Habibie.

Sesampai di Istana, Letjen Sintong Pandjaitan menunggu di depan ruang presiden. Senjata Prabowo diminta lepas. Prabowo masuk ruang presiden. Terjadi dialog panas. Prabowo ngotot ingin mempertahankan jabatan Pangkostrad. Habibie tidak mau. Habibie bersiteguh Prabowo harus meletakkan jabatannya. Sebelum matahari terbenam.

Pada 22 Mei 1998, Prabowo dicopot sebagai Pangkostrad. Prabowo digantikan Mayjen Johny Lumintang. Letjen Prabowo dipindahkan sebagai Dansesko ABRI menggantikan Letjen Arie J Kumaat.

Setelah peristiwa pencopotan jabatan Pangkostrad, dibentuklah DKP Dewan Kehormatan Perwira. Tugasnya menyelidiki kasus penculikan aktivis mahasiswa.

Hasil penyelidikan DKP memutuskan memberhentikan Letjen Prabowo Subianto. Prabowo tidak punya kekuatan lagi. Ia terbang ke Yordania menemui sahabat seperguruannya Pangeran Yordan.

Episode selanjutnya setelah berdiam lama di Yordania, Prabowo kembali ke tanah air. Ikut meramaikan konvensi Partai Golkar pada 2004. Terpental kalah melawan Wiranto.

Setelah terpental, Prabowo mendirikan Partai Gerindra. Lalu pada 2009 ikut pilpres berduet sebagai cawapres dengan Megawati Soekarno Putri. Gagal.

Pada 2014 menjadi tahun keemasan Prabowo. Saban hari media televisi muncul iklan dirinya. Orang mengenalnya sebagai pemimpin macan Asia. Guyuran iklan besar2an menaikkan popularitas Prabowo menjadi nomor satu. Tidak ada lawan sepadan saat itu. Pengamat politik menilai 2014 milik Prabowo.

Sayangnya takdir sejarah berbeda. Prabowo gagal lagi. Ia kalah sama si tukang kayu asal Solo Joko Widodo. Prabowo tidak percaya. Prabowo sujud syukur. Ia menolak hasil Quick Count. Prabowo yakin menang. Dan sejarah mencatat dunia mentertawakan sujud sukurnya itu. Jokowi menang dan dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2014.

Pilpres 2019 terjadi revans. Prabowo vs Jokowi. Kali ini Prabowo menggandeng Sandiaga Uno Wagub Jakarta seorang pengusaha nasional. Jokowi menggandeng KH Maaruf Amin.

Masa kampanye pilpres berlangsung keras, ketat dan panas. Tidak banyak yang berubah dari isu2 yang dimainkan Prabowo. Bocor, korupsi, ketimpangan kaya miskin, pemerintahan yang takut asing menjadi isu utama Prabowo.

Hasilnya? Takdir sejarah sedang berjalan. Hasil Quick Count 8 lembaga survei kredibel mencatat Paslon 01 Jokowi Amin menang dengan persentase 56 persen berbanding 44 persen.

Prabowo tidak percaya. Prabowo kembali sujud syukur. Prabowo mengklaim dirinya menang dengan angka 56 persen. Lalu naik menjadi 62 persen. Dan terakhir kemarin di Hotel Sahid Prabowo mengumumkan menang dengan angka 54.24 persen.

Klaim kemenangannya ini lucunya diumbarnya dengan narasi kecurangan yang dilakukan kubu Jokowi Amin secara Sistematis, Terstruktur dan Massive. Narasi kecurangan yang terus menerus dipropagandakannya memakan korban.

Sebagian pendukungnya percaya ucapan Prabowo. Akibatnya banyak pendukungnya ditangkap aparat hukum. Hermawan Susanto dan Adi Sucipto dua contoh pendukungnya yang masuk jeruji besi. Keduanya diduga menghasut untuk people power.

Kemarin sore menjelang berbuka puasa, Prabowo lagi-lagi mempertontonkan sikap pembangkangannya pada fakta dan realita. Ia bak anak kecil yang tidak mau menerima kekalahan. Lalu bertindak semaunya tanpa peduli nasib bangsa dan negara. Demi ambisi pribadinya yang belum tuntas. Menjadi Presiden Republik Indonesia.

Ujungnya, Prabowo kembali memanaskan pendukungnya. Prabowo menyatakan menolak hasil penghitungan KPU. Menyatakan pilpres 2019 penuh kecurangan. Dan secara sepihak mengklaim dirinya sebagai pemenang.

Apa yang bakal terjadi selanjutnya?

Bisa jadi akan terjadi kekacauan. Bisa jadi pernyataan menolak itu dilampiaskan dengan pengerahan massa mengepung KPU pada tanggal 22 Mei nanti. Bisa jadi akan terjadi bentrok. Semua bisa terjadi. Sejarah catatan kepribadian Prabowo sejak muda menjelaskan pada kita seperti apa kerangka berpikirnya. Seperti apa mental pribadinya.

Kita sebagai anak bangsa yang mencintai demokrasi dan NKRI tentu tidak bisa diam dan mendiamkan hal ini. Kita bisa menalar, melihat dan merasakan degub jantung politik nasional kita. Kita harus bersuara lantang. Meneriakkan ke telinga Prabowo dan kaki tangannya. Cukup sudah. Enough is enough.

Kita siap sedia menghadapi peristiwa yang terburuk sekalipun jika itu terjadi. Demi masa depan demokrasi kita. Demi masa depan anak cucu kita. Demi Indonesia Raya yang Bhineka Tunggal Ika. Demi NKRI yang berkeadilan.

Cukup sudah Prabowo. Enough is enough.

Salam perjuangan penuh cinta

Birgaldo Sinaga